Tuesday, December 5, 2017

Ikatan yang Melebihi Indra

Menemani sarapan pagi, saya suguhkan tulisan ringan tentang saudara-saudara kata Difabel.

Hal lain dalam tulisan ini juga saya maksudkan untuk pengingat bagi diri sendiri bahwa sebagai guru kita juga dituntut untuk memahami karakteristik dan kemampuan dasar yg dimiliki oleh tiap peserta didik itu berbeda.

Ikatan yang Melebihi Indra


“Mereka tidak memilih dilahirkan seperti apa,
Kitalah yang bisa memilih mau memperlakukan mereka seperti apa.”

Bahwa setiap orang memiliki ikatan, adalah benar adanya. Kadangkala ikatan itu menguatkan namun tak jarang juga menyakitkan. Ikatan bagi manusia bak candu yang memabukan. Ketika ditanggalkan atau dicampakan maka dia akan kehilangan arah, akan merasa terasingkan, akan merasa tak ada dan akan merasa tak memiliki rasa. Dan, sungguh ikatan ini membuatku banyak belajar darimu kawan.

Aku dan Saprowi adalah contoh nyata dari sebuah ikatan yang unik. Kami berdua dibesarkan disebuah kampung yang sama. Rumahku dan rumahnya hanya selemparan batu. Jika aku berjalan dari pintu rumah, maka  tak sampai hitungan ke-38 kakiku sudah berada dipekarangan rumahnya. Dulu sekali, ketika belum memahami makna ulang tahun, Ibu pernah bercerita bahwa usia Saprowi tiga tahun lebih tua dariku. Maka jika sekarang dalam identitas KTP ku tertera tahun 1988 maka dalam identitas bayangannya (dia tidak punya KTP) akan tertulis angka 1985.

Keseharian  Saprowi adalah mengurus kerbau keluarganya. Ketika badannnya bertambah kuat beberapa tetangga ikut memakai jasanya untuk hal yang serupa. Diwaktu tertentu, ayahpun sering meminta bantuannya untuk mencarikan rumput untuk pakan kerbau atau kambing kami. Yah, walau dilahirkan dikampung, aku memang tidak terlalu intens melakukan hal-hal seperti umumya anak-anak sebayaku. Sebuah momen yang saat ini aku sesali karena melewatkannya begitu saja.

Dalam beberapa kesempatan aku diajak Saprowi untuk mamandikan binatang ternak kami ke sungai. Prosesi mengeluarkan kerbau dari kandang, menggiringnya melewati persawahan dan mengusap serta membersihkan tubuh mereka dengan jerami merupakan sebuah simfoni yang mengalunkan nada-nada keindahan. Ah, sungguh hebat dan terpukau aku melihat bagaimana dia, seorang bocah kecil bisa mengatur empat sampai tujuh ekor kerbau sesuai dengan apa yang diinginkannya. Kata “diinginkannya” memang merupakan penafsiranku sendiri. Karena Saprowi tidak pernah menceritakan secara lisan padaku apa yang diinginkannya. Lebih tepatnya “tidak bisa”. Tuhan memang menjadikannya istemawa semenjak lahir. Kedua telinga dan mulutnya tak bisa dipergunakan layaknya orang kebanyakan. Ia tunarungu-tunawicara. Namun percayalah kawan, walau begitu kami bisa saling memahami satu sama lain. Aku dan teman-teman yang lain memanggilnya dengan sebutan “aw-aw”.  Tentu sebutan ini merujuk pada kosa kata yang bisa dia ucapkan. Oh, seandainya telinganya bisa mendengar, mungkin sebutan ini akan membuatnya sakit. Aku sempat menerka, mungkin dia akan sangat senang jika orang-orang memanggilnya dengan nama pemberian orang tuanya.

Layaknya anak kampung, aku, Saprowi dan teman-teman yang lain selalu bermain bersama. Dalam setiap permainan uucingan, oray-orayan, ucing patung, susupaan, bebentengan, gampuh, dan gobag hampir semua permainan itu kami memilih menjadi temannya. Dia Sangat Hebat!!. Allah memang mengganti keterbatasannya dalam pendengaran dan pembicaraan dengan kekuatan dan daya fisik yang jauh melebihi anak seusianya. Larinya sangat cepat, kakinya keras laksana beton, cengkraman tangannya laksana cakar wolverine, gocekannya ketika memegang bola tak kalah dengan bintang sepakbola Italia Roberto Bagio. Tidak berhenti disana, etos kerja dan prinsipnya sangat luar biasa.  Jika sudah menginginkan sesuatu maka dia akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.

Sungguh, tak akan pernah cukup aku menggambarkan kehebatan sahabatku yang satu ini. Sayang Saprowi tidak bisa membaca dan menulis apalagi memahami bahasa isyarat, begitupun dengan kami teman-teman dan orang yang lebih tua darinya. Padahal dia dan orang-orang sepertinya tidak memilih dilahirkan seperti apa. Kitalah yang sebenarnya bisa memilih mau memperlakukan mereka seperti apa.

Suatu saat, ya suatu saat aku ingin dia berteman dengan hurup. Agar luas dunianya, agar luas cita-citanya, agar luas pemahamannya.

Rosyad_elbantani
(Guru Zaman Now)

No comments:

Post a Comment